PERANG, DIMANAPUN HANYA MENGHASILKAN KEHANCURAN. KEKALAHAN UNTUK SEMUA KEMENANGAN HANYA BUAT BISNIS SENJATA

31 Aug 2013

Keluarga Airbus A340



Airbus A340 adalah pesawat penumpang komersial berukuran besar yang diproduksi oleh Airbus. Memiliki desain yang mirip dengan tipe Airbus A330 tetapi A340 menggunakan empat mesin tidak hanya dua seperti A330. Ditujukan untuk menggantikan pesawat generasi sebelumnya seperti Boeing 747 tetapi varian terakhir ini sekarang bersaing dengan Boeing 777. Lebih dari 370 A340 dioperasikan di seluruh dunia pada September 2010. Produksi A340 resmi ditutup pada paruh ketiga tahun 2011

Pengembangan
Studi pertama mengenai A340 yang dipublikasikan memiliki kode TA11 tahun 1981, yang ditunjukkan pada majalah Air International edisi bulan November (bersamaan dengan penampilan A300 pada tahun yang sama di Farnborough Airshow). Gambar konsep dari A320 (SA 9) dan A330 (TA9 juga dipublokasikan, bersama dengan perkiraan performa yang dibuat oleh Airbus Industrie. Airbus A340 terakhir dikirimkan kepada Iberia tahun 2010.


A340 diluncurkan pada bulan Juni 1987 sebagai pelengkap penerbangan jarak jauh dari pesawat jarak pendek A320 dan jarak menengah A300. Pada waktu tersebut, pesawat bermesin ganda Airbus memiliki kelemahan dibandingkan pesawat seperti Boeing 747 karena permasalahan ETOPS yang didefinisikan sebagai aturan: pesawat bermesin ganda harus tetap berada pada jarak paling jauh 60 menit daribandara alternatif, yang mencegah mereka berkompetisi dalam penerbangan jarak jauh di atas air. Lebih lanjut, pesawat berbadan lebar yang memenuhi syarat ETOPS berpenumpang 250-300 kursi, peaswat bermesin tiga DC-10 dan L-1011, semakin menua, karena sudah memasuki pelayanan sejak awal dekade 1970an.
A340 dirancang secara paralel dengan pesawat bermesin ganda A330: kedua pesawat memiliki sayap yang sama dan struktur lambung pesawat yang mirip, dan meminjam hampir keseliruhan teknologi avionik dan struktur komposit yang dikembangkan untuk A320. A330 dan A340 dirakit bersama-sama di pusat perakitan terakhir di Toulouse-Blagnac, Perancis
A-340 Cabin
A340 diharapkan menggunakan mesin superfan terbaru buatan International Aero Engines, namun pengembangan mesin tersebut dihentikan. Rumah mesin dari mesin superfan tersebut memiliki ruang cukup yang memungkinkan peletakan kipas besar di bagian belakang mesin. Sebagai akibat dari pembatalan superfan oleh IAE, CFM International CFM56-5C4 digunakan sebagai pilihan mesin satu-satunya dibandingkan memilih mesin alternatif yang lain. Versi yang lebih panjang, A340-500 dan -600, ditenagai oleh mesin Rolls-Royce Trent 500.
Ketika A340 melakukan terbang perdana tahun 1991, mekanik mengingatkan bahwa sayap tidak cukup kuat untuk membawa mesin di luar dalam kecepatan jelajah tanpa membengkok dan bergetar. Untuk mengatasi hal tersebut, sebuah penyangga di bawah sayap yang disebut plastron dikembangkan untuk memperbaiki masalah aliran udara di sekitar penyangga mesin dan untuk menambah kelenturan. A340 yang telah dimodifikasi memulai pelayanan komersial tahun 1993 dengan Lufthansa dan Air France.
Pada tahun 1990an, ketika maskapai mulai mencari pesawat pengganti untuk pesawat buatan dekade 1970an 747-100/200, Airbus meneliti perpanjangan rangka untuk membuat A340-400, yang direncanakan lebih panjang 70m. Hal ini menjadi tidak populer karena mesin CFM56 membatasi kapabilitas pertumbuhan dan jarak tempuh akan berkurang hingga 10.000 km (5,399.6 nmi). Ketika rencana ini dibatalkan, sayap yang lebih besar dan kembinasi mesin baru diputuskan dibuat. Awalnya, Pratt & Whitney memberikan proposal untuk mesin yang baru, namun masalah kontrak membuat Airbus memilih Rolls Royce Trent pada tahun 1997.
A340 dilengkapi dengan sistem kontrol penerbangan fly-by-wire digital. Pesawat ini juga menggunakan joystick samping dariapda menggunakan kemudi depan, dengan satu stik di sisi kiri pilot dan stik yang lain di sisi kanan ko-pilot. Instrumen penerbangan A340 sangat mirip dengan yang dimiliki oleh A320, dan mempekerjakan pilot dengan rating yang sama dengan A330. hal ini memungkinkan kru penerbang A330/A340 untuk menerbangkan A320 dan sebaliknya dengan sedikit latihan tambahan. Hal ini menghemat biaya bagi maskapai yang mengoperasikan kedua jenis pesawat tersebut. Kokpit menggunakan sistem kokpit digital dengan menggunakan layar CRT untuk pesawat A340-200 dan A340-300 dan sekarang menggunakan layar liquid crystal display (LCD). beberapa struktur utama komposit juga digunakan.
A340 juga merupakan pesawat komersial pertama yang memungkinkan penumpangnya menggunakan telepon seluler selama penerbangan. Pada Maret 2008 Emirates memperkenalkan sistem yang memungkinkan penumpang melakukan panggilan menggunakan telepon seluler mereka. Namun mereka tidak bisa menerima panggilan dan sistem ini tidak tersedia saat penerbangan malam dan saat lepas landas dan mendarat.

Sejarah operasional
A340-300 memasuki pelayanan tahun 1993 dengan pengguna pertama adalah Lufthansa dan Air France, diikuti segera setelahnya oleh versi -200 dan A330. Dengan perkenalan pesawat yang lebih berat Boeing 777, seperti 777-200ER dan khususnya 777-300ER, penjualan dari A340 mulai menurun. Pada beberapa tahun terakhir penjualan 777 telah mengalahkan A340 dengan perbedaan yang besar. Meskipun mesin GE90 yang lebih besar di 777-300ER menggunakan bahan bakar jauh lebih banyak dibandingkan Trent 500, namun dengan hanya menggunakan dua mesin dibandingkan empat Trent berarti memberikan penghematan biaya antara 8-9%.

Pada Januari 2006, Airbus mengumumkan rencana untuk mengembangkan A340E (Enhanced/Tambahan). Airbus menyatakan bahwa A340E akan lebih hemat bahan bakar daripada A340 versi awal dan mendekati perbedaan 8-9% dengan Boeing 777 dengan menggunakan mesin Trent 1500. Airbus memperkirakan akan memproduksi 127 unit A340 hingga tahun 2016, dan setelah itu produksi akan dihentikan.
Pada pertengahan tahun 2008, dengan peningkatan harga bahan bakar jet hingga dua kali lipat dari tahun sebelumnya, tingginya konsumsi bahan bakar A340 membuat maskapai menghentikan penerbangan sangat jauh yang memiliki waktu tempuh lebih dari 15 jam. Thai Airways International membatalkan penerbangan non-stop 17 jam dari Bangkok menuju New York/JFK pada 1 Juli 2008. Semua pesawat A340-500 akhirnya dijual. Ketika penerbangan jarak penden memberikan beban pada pesawat daripada penerbangan jarak jauh, dan menghabiskan lebih banyak bahan bakar untuk lepas landas dan pendaratan yang lebih sering, penerbangan jarak sangat jauh membuat pesawat harus diisi penuh dengan bahan bakar; yang berarti, selama perjalanan pesawat menggunakan banyak bahan bakar untuk membawa bahan bakar, sebuah "tangker terbang dengan beberapa penumpang di dalamnya" kata pimpinan eksekutif Air France-KLM Pierre-Henri Gourgeon kepada Wall Street Journal.

Ketika Thai Airways secara konsisten mengisi 80% tempat duduknya pada penerbangan NYC–Bangkok, diperkirakan bahwa dengan harga bahan bakar tahun 2008, dibutuhkan 120% kursi terisi untuk mencapai titik impas, dimana hal tersebut tidak mungkin dilakukan. Maskapai penerbangan lain juga mengawasi ulang penerbangan jarak jauhnya. Pada bulan Agustus 2008, Cathay Pacific mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa peningkatan harga bahan bakar sangat mengganggu penerbangan jarak jauhnya; dan akan mengurangi jumlah penerbangan seperti itu dan menawarkan serta menurunkan pesawat tersebut dalam penerbangan dengan jarak lebih pendek seperti antara Hong Kong dan Australia. "Kami akan...membentuk ulang jaringan kami untuk memastikan kami menerbangkan pesawat menuju tempat yang dapat menutupi biaya operasional dan juga memberikan keuntungan," kata CEO Cathay Pacific Tony Tyler kepada koran tersebut.

Pesawat Jet Canggih Buatan Indonesia


N-2130


Pesawat N-2130 adalah pesawat jet komuter berkapasitas 80-130 penumpang rancangan asli IPTN (Sekarang PT Dirgantara Indonesia,PT DI, Indonesian Aerospace), Indonesia. Menggunakan kode N yang berarti Nusantara menunjukkan bahwa desain, produksi dan perhitungannya dikerjakan di Indonesia atau bahkan Nurtanio, yang merupakan pendiri dan perintis industri penerbangan di Indonesia.

Sejarah

Pada 10 November 1995, bertepatan dengan terbang perdana N-250, Presiden Soeharto mengumumkan proyek N-2130. Soeharto mengajak rakyat Indonesia untuk menjadikan proyek N-2130 sebagai proyek nasional. N-2130 yang diperkirakan akan menelan dana dua milyar dollar AS itu, tandasnya, akan dibuat secara gotong-royong melalui penjualan dua juta lembar saham dengan harga pecahan 1.000 dollar AS. Untuk itu dibentuklah perusahaan PT Dua Satu Tiga Puluh (PT DSTP) untuk melaksanakan proyek besar ini.

Saat badai krisis moneter 1997 menerpa Indonesia, PT DSTP limbung. Setahun kemudian akibat adanya ketidakstabilan politik dan penyimpangan pendanaan, mayoritas pemegang saham melalui RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) 15 Desember 1998 meminta PT DSTP untuk melikuidasi diri.

Untuk preliminary design pesawat ini, IPTN telah mengeluarkan tenaga, pikiran, dan uang yang tak kecil. Dana yang telah dikeluarkan lebih dari 70 juta dollar AS yang sesuai keputusan RUPSLB, dana bagi ini selanjutnya dianggap sunk-cost.
Seluruh kekayaan perseroan selanjutnya diaudit dimana hasil disampaikan kepada Bapepam tanggal 22 April 1999 dan diumumkan lewat media massa. Pembayaran hasil likuidasi kepada para pemegang sahamnya sendiri kemudian dilakukan bertahap mulai 9 Agustus hingga 15 Oktober 1999.

N-2130

 Tipe
Transpor Sipil
 Produsen
IPTN/PT Dirgantara Indonesia
 Perancang
 Terbang perdana
Belum Terbang
 Diperkenalkan
10 November 1995
 Status
prototipe
 Jumlah produksi
Belum pernah dibuat (karena Krisis Moneter 1997)

Spesifikasi Pesawat

Pada saat konsep desain, N-2130 dipertimbangkan untuk 80, 100 atau 130 penumpang. Pesawat ini dilengkapi dengan teknologi canggih advanced fly-by-wire system.


This is BizOppers

Kapal Induk Generasi Baru


Kapal Induk Kelas Nimitz dan GR.Ford

Kapal induk terus menjadi pusat kekuatan yang diperlukan untuk keberadaan masa depan. Dalam masa krisis, pertanyaan pertama pemimpin  adalah: Dimana operator kapal induk? Seringkali kehadiran sebuah kapal induk telah menghalangi musuh potensial  terhadap kepentingan AS dan sekutunya. Kapal induk atau disebut juga Aircraft Carriers mendukung dan mengoperasikan pesawat yang mampu dengan cepat melakukan serangan udara, laut dan target darat yang mengancam penggunaan laut bebas, dan terlibat dalam operasi berkelanjutan dalam mendukung kekuasaan AS dan koalisi sekutunya. Kapal induk juga terlibat dalam operasi keamanan maritim untuk mencegah ancaman terhadap pelayaran niaga dan mencegah penggunaan laut sebagai sarana lalu lintas teroris. Sarana ini juga menyediakan kemampuan yang unik untuk tanggap bencana dan bantuan kemanusiaan. 


10 kapal induk kelas nimitz adalah kapal perang terbesar di dunia, masing-masing dirancang untuk sekitar 50 tahun kehidupan pelayaran dengan satu kali pengisian bahan bakar:
 USS Nimitz (CVN 68), USS Dwight D. Eisenhower (CVN 69), dan USS Carl Vinson (CVN 70) semua telah selesai pengisian overhaul Complex mereka (RCOH) di Newport News, Va, dengan USS Theodore Roosevelt (CVN 71) dijadwalkan untuk kembali ke Armada pada tahun 2013. Generasi berikutnya dari kapal induk, Gerald R. Ford kelas (CVN 78) diperintahkan pada tahun 2008 dan dijadwalkan akan dikirimkan pada tahun 2015 untuk menggantikan USS Enterprise (CVN 65). 
Kapal induk Gerald R. Ford, -kelas Gerald R. Ford kelas kapal induk pengganti masa depan untuk USS Enterprise dan CVN 68, atau kapal induk kelas Nimitz. Gerald R. Ford (CVN 78) diperintahkan dari Newport News Shipbuilding pada 10 September 2008, dan dijadwalkan akan dikirimkan pada tahun 2015. 
The Gerald R. Ford kelas akan menjadi aset utama untuk merespon krisis dan kekuatan utama menentukan awal dalam operasi tempur utama. kapal induk kelas Gerald R. Ford akan memberikan kemampuan inti dari kehadiran di masa depan, pencegahan, pengendalian laut, proyeksi kekuatan, keamanan maritim dan bantuan kemanusiaan, meningkatkan kemampuan pertempuran, perbaikan kualitas hidup bagi pelaut dan pengurangan akuisisi dan biaya siklus hidup. 
Setiap kapal di kelas baru ini akan menghemat $ 4 miliar pada biaya kepemilikan total selama umur 50 tahun, dibandingkan dengan kelas Nimitz. Sebagai perbandingan, biaya kepemilikan total kapal kelas Nimitz $ 39200000000, dan biaya kepemilikan total CVN 78 diharapkan menjadi $ 35600000000. Setengah dari biaya total kepemilikan untuk sebuah kapal induk dialokasikan untuk biaya langsung dan tidak langsung tenaga kerja untuk operasi dan pemeliharaan kapal. 

CVN 78 sedang dirancang untuk beroperasi secara efektif dengan hampir 800 anggota awak kurang dari kapal kelas CVN 68. Perbaikan dalam desain kapal akan memungkinkan sayap udara memulai untuk beroperasi dengan 663 personil yang lebih sedikit. Teknologi dan inisiatif desain kapal yang mengganti sistem perawatan intensif dengan sistem perawatan yang rendah diharapkan dapat mengurangi beban kerja pemeliharaan kru.

Gerald R. Ford adalah kapal induk pertama yang dirancang dengan semua utilitas listrik, menghilangkan garis-garis layanan uap dari kapal, mengurangi kebutuhan perawatan dan meningkatkan upaya pengendalian korosi. Reaktor A1B baru, elektromagnetik Pesawat Launch System (EMALS), Lanjutan Menangkap Aksesoris (AAG) dan Radar Dual Band (DBR) semua menawarkan peningkatan kemampuan dan pengurangan persyaratan Manning. 
The Kapal induk kelas Gerald R. Ford dirancang untuk memaksimalkan kekuatan mencolok dari memulai pembawa sayap udara. Sistem kapal dan konfigurasi yang dioptimalkan untuk memaksimalkan tingkat generasi sortie (SGR), menghasilkan peningkatan 25 persen di SGR atas kelas Nimitz. Kapal-kapal konfigurasi dan instalasi pembangkit listrik dirancang untuk mengakomodasi persyaratan mendatang selama 50 tahun umurnya. The Gerald R. Ford kelas dibangun berdasarkan warisan Navys inovasi kapal induk peregangan kembali ke kapal induk pertama, USS Langley (CV 1) dan berlanjut sampai hari ini. 
Pengenalan pesawat jet, deck miring dan tenaga nuklir adalah semua inovasi yang terus dilakukan armada untuk kebutuhan Perang Dingin. Kapal induk Gerald R. Ford dengan inovasi dan adaptasi yang akan memungkinkan dia untuk melayani negara selama beberapa dekade yang akan datang. 

N-250 Kembali akan Diproduksi


Pesawat N-250 adalah pesawat regional komuter turboprop rancangan asli IPTN (Sekarang PT Dirgantara Indonesia,PT DI,Indonesian Aerospace), Indonesia. Menggunakan kode N yang berarti Nusantara menunjukkan bahwa desain, produksi dan perhitungannya dikerjakan di Indonesia atau bahkan Nurtanio, yang merupakan pendiri dan perintis industri penerbangan di Indonesia. berbeda dengan pesawat sebelumnya seperti CN-235 dimana kode CN menunjukkan CASA-Nusantara atau CASA-Nurtanio, yang berarti pesawat itu dikerjakan secara patungan antara perusahaan CASA Spanyoldengan IPTN.
Pesawat ini merupakan primadona IPTN dalam usaha merebut pasar di kelas 50-70 penumpang dengan keunggulan yang dimiliki di kelasnya (saat diluncurkan pada tahun 1995). Menjadi bintang pameran pada saat Indonesian Air Show 1996 diCengkareng. Namun akhirnya pesawat ini dihentikan produksinya setelah krisis ekonomi 1997. Rencananya program N-250 akan dibangun kembali oleh B.J. Habibie setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan perubahan di Indonesia yang dianggap demokratis. Namun untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan daya saing harga di pasar internasional, beberapa performa yang dimilikinya dikurangi seperti penurunan kapasitas mesin,dan direncanakan dihilangkannya Sistem fly-by wire.

Fly By Wire N 250
Pertimbangan B.J. Habibie untuk memproduksi pesawat itu (sekalipun sekarang Beliau bukan direktur IPTN) adalah diantaranya karena salah satu pesawat saingannya Fokker F-50 sudah tidak diproduksi lagi sejak keluaran perdananya1985, karena perusahaan industrinya, Fokker Aviation di Belanda dinyatakan gulung tikar pada tahun 1996.
Mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Erry Firmasyah dan Ilham Habibie, sang putra BJ Habibie menghidupkan kembali proyek pesawat N-250 yang sempat mengudara 1995 lalu.
ilhamhabibie

Erry dan Ilham mendirikan PT Ragio Aviasi Industri (RAI) yang merupakan gabungan dari PT Ilthabie Rekatama milik Ilham dan PT Eagle Cap milik Erry.

Erry mengatakan, pesawat yang mereka kembangkan bukanlah model N-250 yang pernah terbang 18 tahun silam. Pihaknya akan mengembangkan pesawat yang berbeda dari N-250, yaitu dengan jumlah kursi lebih besar mencapai 70-90 kursi sementara N-250 hanya 50 kursi.
Menurut Erry, proyek ini sebagai bagian dari semangat membangkitkan kembali industri pesawat terbang nasional.

"Ini bukan N-250, kapasitas antara 70-90 seat, jadi ditambah. Bukan N-250, yang kita kembangkan berbeda," kata Erry.  Ia menuturkan saat ini pihaknya sedang melakukan studi awal untuk pengembangan pesawat tersebut. Studi awal ini mencakup studi kelayakan pasar dan model dari pesawat.

"Sekarang masih on going, study awal untuk pasar dan desainnya," jelas Erry.

Erry mengungkapkan alasan soal bergabungnya dirinya dalam pengembangan industri pesawat terbang nasional.
Menurutnya Indonesia punya kemampuan membuat pesawat terbang yang sangat potensial.

"Kita selama ini punya industri strategis, 10-15 tahun lalu mampu menerbangkan, kalau bisa dikembangkan lagi kenapa tidak dan kebutuhan pesawat terus bertambah," katanya.

Menurutnya dalam tempo 3-5 tahun persiapan produksi pesawat terbaru ini akan segera selesai. Namun ia menegaskan hasil studi awal yang saat ini sedang dilakukan sangat menentukan proyek ini.


Erry menambahkan proyek ini murni dilakukan swasta tanpa campur tangan pemerintah termasuk soal pendanaan. Selanjutnya kerjasama dengan BUMN PT Dirgantara Indonesia (PT DI) akan dilakukan saat proses produksi pesawat. "Sudah tak ada hubungan dengan PT DI, nanti kerjasamanya saat pembangunannya," jelas Erry.

Dikatakan Erry, kerjasama dengan putra dari BJ Habibie melalui PT Ragio Aviasi Industri (RAI) mayoritas sahamnya dipegang oleh Ilham Habibie. "Dia mayoritas," katanya singkat.

Performa Pesawat
Pesawat ini menggunakan mesin turboprop 2439 KW dari Allison AE 2100 C buatan perusahaan Allison.
Pesawat berbaling baling 6 bilah ini mampu terbang dengan kecepatan maksimal 610 km/jam (330 mil/jam) dan kecepatan ekonomis 555 km/jam yang merupakan kecepatan tertinggi di kelas turprop 50 penumpang. Ketinggian operasi 25.000 kaki (7620 meter) dengan daya jelajah 1480 km. (Pada pesawat baru, kapasitas mesin akan diturunkan yang akan menurunkan performa).

Berat dan Dimensi

·         Rentang Sayap : 28 meter
·         Panjang badan pesawat : 26,30 meter
·         Tinggi : 8,37 meter
·         Berat kosong : 13.665 kg
·         Berat maksimum saat take-off (lepas landas) : 22.000 kg
(Meski mesin N 250 diturunkan kemampuannya, dimensi tidak akan diubah)

Sejarah

Rencana pengembangan N-250 pertama kali diungkap PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia, Indonesian Aerospace) pada Paris Air Show 1989. Pembuatan prototipe pesawat ini dengan teknologi fly by wire pertama di dunia dimulai pada tahun 1992.
N-250 rencananya akan dibuat empat pesawat prototipe (prototype aircraft - PA) yaitu PA-1, PA-2, PA-3, dan PA-4. Akan tetapi hanya dibuat 2 pesawat prototip saja menyusul diberhentikannya program pengembangan.
·         PA-1 dengan sandi Gatotkaca, 50 penumpang, terbang perdana (first flight) selama 55 menit pada tanggal 10 Agustus 1995.
·         PA-2 dengan sandi Krincing Wesi, N250-100, 68 penumpang terbang perdana (first flight) pada tanggal 19 Desember 1996.
First Flight N-250 10 Agustus 1995
Saingan pesawat ini adalah ATR 42-500, Fokker F-50 dan Dash 8-300.
Pernyataan bapak penerbangan Indonesia, B.J Habibie tentang dihidupkannya kembali pesawat N 250 'Gatot Kaca' menuai optimisme. Salah satunya datang dari pengamat penerbangan Dudi Sudibyo. Dudi berpendapat pesawat yang lahir di era 90-an ini akan mampu bersaing dan mendapat tempat di pasaran dunia. 

"Dipastikan bisa bagus. untuk pemasaran pasti mendapat tempat. Pesawat N 250 bagus jika dilanjutkan lagi proyeknya jadi kenapa mesti beli kalau kita bisa buat apalagi ini original Indonesia," jelas Dudi sudibyo.
N 250 di depan hanggar PT DI

Dia juga menambahkan, Indonesia seharusnya juga tidak berkecil hati dengan proyek ini mengingat pesawat ini pernah berjaya di pameran luar negeri. N-250 bahkan menjadi dasar pembuatan pesawat ATR buatan perancis yang sekarang banyak digunakan sebagai pesawat penerbangan komersial.

"Cocok sekali beroperasi di Indonesia, pesawat ini juga pernah berjaya di pameran dan dasar pembuatan pesawat ATR adalah N-250 yang sekarang banyak dipakai Lion Air," tambahnya lagi.





INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA



Lima faktor utama yang dipimpin menuju pembentukan IPTN adalah: Ada beberapa orang Indonesia yang telah sejak sepanjang waktu bermimpi untuk membangun pesawat dan mendirikan sebuah industri pesawat terbang di Indonesia, beberapa orang Indonesia yang memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membangun kapal dan industri pesawat terbang , beberapa orang Indonesia yang, di samping menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan mereka juga berdedikasi tinggi untuk memanfaatkan keahlian mereka untuk pembentukan sebuah industri pesawat terbang, beberapa orang Indonesia yang ahli dalam pemasaran dan penjualan pesawat untuk baik nasional maupun internasional, kemauan politik dari Pemerintah yang berkuasa.
Harmonisasi integrasi faktor-faktor yang disebutkan di atas telah membuat IPTN industri pesawat terbang dengan fasilitas yang memadai.
Itu semua dimulai dengan Bacharuddin Jusuf Habibie, seorang pria yang lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan (Sulawesi), pada tanggal 25 Juni 1936.
 Dia lulus dari Aachen Tinggi Teknik Belajar, Pesawat Departemen Konstruksi, dan kemudian bekerja di MBB (Masserschmitt Bolkow Blohm), industri pesawat terbang di Jerman sejak 1965.
Ketika ia hendak mendapatkan gelar doktornya, pada tahun 1964, ia memiliki bersedia kuat untuk kembali ke negaranya untuk berpartisipasi dalam program pembangunan Indonesia di bidang industri penerbangan. Tapi manajemen KOPELAPIP menyarankan dia untuk terus mencari lebih banyak pengalaman, sambil menunggu kemungkinan membangun industri pesawat terbang. Pada tahun 1966, ketika Adam Malik, Menteri kemudian Luar Negeri Indonesia mengunjungi Jerman, ia meminta Habibie untuk menyumbangkan pikirannya untuk realisasi Pembangunan Indonesia.
Menyadari bahwa upaya mendirikan sebuah industri pesawat terbang tidak akan mungkin dilakukan oleh dia sendiri, Habibie memutuskan untuk memulai merintis untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil tinggi yang pada waktu yang ditentukan bisa setiap saat digunakan oleh industri pesawat terbang masa depan di Indonesia. Segera Habibie membentuk tim sukarela. Dan di awal tahun 1970 tim ini dikirim ke Jerman untuk mulai bekerja dan belajar ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang penerbangan di HFB / MBB, di mana Habibie bekerja, untuk melaksanakan perencanaan awal mereka.
Pada periode yang sama, kegiatan serupa juga dipelopori oleh Pertamina (Perusahaan Minyak Indonesia) dalam kapasitasnya sebagai agen pembangunan Indonesia. Dengan seperti Pertamina kapasitas berhasil mendirikan Industri Baja Krakatau. Ibnu Sutowo, Presiden Pertamina kemudian menyumbangkan pemikirannya bahwa proses transfer teknologi dari negara maju harus dilakukan dengan konsep yang jelas dan berorientasi nasional.
NC-212
Pada awal Desember 1973, Ibnu Sutowo bertemu dengan Habibie di Dusseldorf, Jerman, di mana ia memberikan penjelasan yang rumit untuk Habibie tentang Pembangunan Indonesia, Pertamina dengan mimpi mendirikan sebuah industri pesawat terbang di Indonesia. Hasil dari pertemuan tersebut adalah penunjukan Habibie sebagai Penasihat Presiden Pertamina, dan ia diminta untuk segera kembali ke Indonesia.
Pada awal Januari 1974, menentukan langkah menuju pembentukan industri pesawat terbang telah diambil. Realisasi pertama adalah pembentukan divisi baru yang khusus dalam teknologi canggih dan urusan teknologi penerbangan. Dua bulan setelah pertemuan Dusseldorf, pada 26 Januari 1974 Habibie dipanggil oleh Presiden Soeharto. Pada pertemuan tersebut Habibie diangkat sebagai Penasihat Presiden di bidang teknologi. Ini adalah hari pertama bagi Habibie untuk memulai misi resminya.
NBO-105
Pertemuan ini mengakibatkan lahirnya ATTP (Advanced Technology & Teknologi Penerbangan Pertamina) Divisi yang menjadi tonggak untuk pembentukan BPPT dan bagian dari IPTN.
Pada bulan September tahun 1974, ATTP menandatangani perjanjian dasar kerjasama lisensi dengan MBB, Jerman dan CASA, Spanyol untuk produksi BO-105 helikopter dan pesawat sayap tetap NC-212.


 IPTN
Ketika upaya pendirian telah menunjukkan bentuknya ada masalah yang dihadapi oleh Pertamina yang mempengaruhi keberadaan ATTP, proyek dan program yaitu industri pesawat terbang. Tapi menyadari bahwa Divisi ATTP dan proyeknya adalah kendaraan untuk mempersiapkan Indonesia untuk 'take-off' untuk Pelita VI, maka Pemerintah memutuskan untuk melanjutkan pendirian industri pesawat terbang dengan segala konsekuensinya.
Berdasarkan hal ini, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12, 5 April 1976, penyusunan industri pesawat terbang dibuat. Melalui peraturan ini semua aset yang tersedia, fasilitas dan potensi adalah akumulasi meliputi aset Pertamina, Divisi ATTP yang telah disiapkan untuk pendirian industri pesawat terbang dengan aset LIPNUR, Angkatan Udara Republik Indonesia, sebagai modal dasar untuk industri pesawat terbang. Ini modal dasar diharapkan dapat mendukung pertumbuhan industri pesawat terbang yang mampu menjawab semua tantangan.
NSA-330
Pada tanggal 26 April 1976, berdasarkan Akte Notaris No 15, di Jakarta, PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio resmi didirikan dengan Dr BJ. Habibie sebagai Presiden Direktur. Ketika fasilitas fisik industri ini selesai, pada Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikan industri pesawat terbang ini.
Pada tanggal 11 Oktober 1985, PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio telah dipindahkan ke PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN.
Itu dari titik ini bahwa cakrawala baru tumbuhnya industri pesawat terbang modern dan lengkap di Indonesia baru saja dimulai. Dan dalam periode ini bahwa semua aspek prasarana, sarana, SDM, hukum dan peraturan, dan yang berkaitan dan mendukung keberadaan industri pesawat terbang integrately terorganisir. Sebelumnya, Pada 1960-an dan 1970-an ini tidak pernah serius memikirkan. Selain itu, industri mengembangkan teknologi progresif dan konsep transformasi industri yang ternyata memberikan hasil optimal dalam upaya menguasai teknologi penerbangan dalam waktu yang relatif singkat, 20 tahun.
IPTN memiliki pandangan bahwa transfer teknologi harus dilaksanakan secara terpadu dan lengkap dan meliputi hardware, software dan brainware yang manusia adalah inti. Itu adalah manusia yang memiliki kemauan keras, kemampuan dan sudut pandang ilmu pengetahuan, teori dan keahlian untuk menerapkannya dalam pekerjaan beton. Berdasarkan IPTN ini telah menerapkan filosofi transfer teknologi yang disebut "Mulailah di Akhir dan Akhir di Awal". Ini adalah filosofi untuk menyerap teknologi maju secara progresif dan bertahap dalam suatu proses yang integral dan didasarkan pada kebutuhan obyektif Indonesia. Melalui filosofi ini kemudian benar-benar menguasai, tidak hanya secara material, tetapi juga kemampuan dan keahlian. Filosofi ini juga mudah beradaptasi dengan setiap perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh negara-negara lain.
N-250
Filosofi ini mengajarkan bahwa dalam pesawat terbang tidak selalu mulai dari komponen, tetapi langsung mempelajari akhir dari proses (pesawat yang sudah dibangun), kemudian membalikkan melalui tahapan manufaktur komponen. Tahapan transfer teknologi dibagi menjadi:
Tahap pemanfaatan teknologi / Lisensi Program yang ada
Tahap Integrasi Teknologi
Tahap Pengembangan Teknologi, dan
Tahap Penelitian Dasar
Sasaran tahap pertama adalah penguasaan kemampuan manufaktur, dan pada saat yang sama memilah dan menentukan jenis pesawat yang memenuhi kebutuhan dalam negeri, hasil dari penjualan digunakan untuk mendukung kemampuan bisnis perusahaan. Hal ini dikenal sebagai metode produksi yang progresif. Tahap kedua ditujukan untuk menguasai desain serta kemampuan manufaktur. Tahap ketiga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan diri desain. Dan tahap keempat bertujuan untuk menguasai ilmu-ilmu dasar dalam rangka mendukung pengembangan produk baru yang sangat baik.
NAMA BARU, PARADIGMA BARU
Selama 24 tahun terakhir berdirinya, IPTN telah berhasil mampu mentransfer canggih dan teknologi penerbangan terbaru, sebagian besar dari belahan bumi Barat, untuk Indonesia. IPTN telah, khususnya, menguasai dalam desain pesawat, pengembangan, dan manufaktur kecil untuk komuter daerah menengah.
NBell 412
Dalam menghadapi sistem pasar global yang baru, IPTN merumuskan kembali dirinya untuk'' IPTN 2000'' yang menekankan pada penerapan baru, berorientasi bisnis, strategi untuk memenuhi situasi saat ini dengan struktur baru.
Program restrukturisasi meliputi reorientasi bisnis, rightsizing dan menyusun sumber daya manusia dengan beban kerja yang tersedia, dan kapitalisasi suara berdasarkan pasar yang lebih fokus dan misi bisnis terkonsentrasi.
PT. IPTN kini menjual kemampuan berlebihan di bidang engineering - dengan menawarkan desain untuk menguji layanan kegiatan -, manufaktur - pesawat terbang dan non-pesawat komponen -, dan layanan purna jual.
Dalam hubungan ini bahwa nama IPTN telah berubah menjadi PT. DIRGANTARA INDONESIA atau Dirgantara Indonesiadisingkat IAE yang resmi innaugurated oleh Presiden Republik Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid, di Bandung pada 24 Agustus 2000.

PT Dirgantara Indonesia meliputi area seluas 86,98 hektar bangunan. Kegiatan produksi perusahaan yang ditopang oleh 232 unit berbagai mesin dan peralatan. Selain itu, ada beberapa peralatan lainnya tersebar di berbagai lini perakitan, laboratorium, dan layanan & pemeliharaan unit.
PT Dirgantara Indonesia / Indonesian Aerospace (IAE) adalah salah satu perusahaan kedirgantaraan pribumi di Asia dengan kompetensi inti dalam desain, pengembangan pesawat dan pembuatan pesawat komuter daerah sipil dan militer.
Desain N -2130
Sejak didirikan pada tahun 1976, perusahaan telah berhasil dieksploitasi kemampuannya sebagai industri manufaktur dan memiliki diversifikasi produknya tidak hanya di bidang pesawat tetapi juga daerah lain seperti Teknologi Informasi, Otomotif, Maritim, Simulasi Teknologi, Turbin Industri, dan Teknik Layanan.
Di lini produksi, Dirgantara Indonesia telah memberikan lebih dari 300 unit pesawat dan helikopter, sistem pertahanan, komponen pesawat dan layanan lainnya. Melalui pelaksanaan program restrukturisasi di awal tahun 2004, PT Dirgantara Indonesia saat ini didukung oleh 3.720 karyawan sebelumnya 9,670, sedangkan 18 unit usaha, menjadi:

INTEGRASI PESAWAT  
integrasi dari: 
- CN235-220 (Disampaikan Diproduksi & 57 unit, 5 unit pesanan baru) 
- NC-212-200 (Disampaikan Diproduksi & 102 unit) 
- Helikopter NBO-105 (Diproduksi & Disampaikan 122units, menghentikan produksi  2008) 
- Helikopter BELL-412 (Diproduksi & Disampaikan 33units) 
- Helikopter NAS-332C1 (Diproduksi & Terkirim 20 unit) 
- ILS & Customer-Mendukung 
STRUKTUR PESAWAT
 Menghasilkan Tooling dan badan pesawat Komponen: - Airbus A380/A320/A321/A340/A350 - Boeing B-747/B-777/B-787 - Eurocopter MK-2 (EC225/EC725) - Airbus Military CN235/C295/C212-400 
Menyediakan Pemeliharaan, Perbaikan, Overhaul dan Perubahan: - PTDI Produk: CN235 , NC-212-100/200, NBell-412, NBO-105, NSA-330 dan NAS-332 - Produk Non PTDI: B737-200/300/400/500, Cesna172, Enstrom 480B, BK-117 dan Bell- 212 Spares Dukungan Umum Aviation Business 
Teknologi dan Pengembangan - PT Dirgantara Indonesia sebagai salah satu direktorat di bawah PT Dirgantara Indonesia memiliki kemampuan dan pengalaman di bidang Rekayasa Desain dan Pengembangan Produk, Simulasi Teknologi, Integrasi Sistem dan Pemeliharaan Pertahanan dan Keamanan Sistem , Teknologi Informasi dan juga pelatihan dan fasilitas laboratorium.