Adalah Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen, dalam pidatonya di depan parlemen Selasa (18/2) menyebut
KRI Usman Harun mengingatkan akan agresi militer yang dilakukan Indonesia. Ketika itu Usman dan Harun merupakan prajurit KKO yang melakukan pengeboman di wilayah Singapura. “Singapura tak akan mengizinkan kapal militer bernama Usman Harun ini untuk meminta masuk ke pelabuhan-pelabuhan dan pangkalan-pangkalan Angkatan Laut,” tutur Ng dengan tegas.
Hal itu mengundang komentar Komisi I DPR RI Susaningtyas Nefo Handayani, yang menyatakan Indonesia tak boleh diam saja. “Menurut saya RI jangan mau ditekan politik diplomasi luar negeri oleh Singapura. Pemerintah RI tak bisa begitu saja membiarkan situasi dan kondisi seperti ini,” kata perempuan yang akrab disapa Nuning itu.
Diakuinya, sekarang ini hanya hubungan kerja sama militer yang nampak memanas antara RI dan Singapura. Namun tidak menutup kemungkinan akan berdampak ke bidang lain. “Seperti bidang bisnis, ekonomi, dan tenaga kerja juga akan terpengaruh nantinya,” kata dia.
Nuning tak menyebut siapa pihak yang paling dirugikan akibat memanasnya hubungan ini. Perlu ada pembicaraan lebih lanjut antara kedua negara jika tetap ingin menjaga hubungan bilateral. “Harus ada pembicaraan langsung, setidaknya untuk mengurangi memanasnya hubungan bilateral kedua negara,” pungkas Nuning.
Siapapun manusia waras di dunia ini, tidak akan pernah berharap terjadi perang, baik perang fisik maupun psikologis, atau bentuk perang yang lain seperti perang dagang ataupun perang hacker di dunia maya. Semuanya bakal rugi, semuanya akan hancur. Tidak akan ada pihak yang diuntungkan.
Bahkan sebelum sobat menuntaskan membaca tulisan ini, Si Momot sudah menegaskan duluan bahwa semua pihak akan hancur jika Indonesia-Singapura perang. Tentu dengan tingkat kehancuran yang berbeda-beda, baik secara materiil langsung mapun tidak langsung.
Mengapa? Sebab Indonesia dan Singapura sama-sama memiliki ketergantungan yang sama-sama besar. Hanya saja, sejauh ini, tampak sekali bahwa ketergantungan ekonomi Indonesia jauh lebih besar ketimbang ketergantungan Singapura kepada Indonesia.
Indonesia kalah di jaringan komunikasi
Peta jaringan internet Indonesia
Banyak sekali poin saling ketergantungan Indonesia-Singapura saat ini. Namun kalau kita tilik dari sisi infrastruktur komunikasi yang menghubungkan Indonesia dengan dunia luar, maka keunggulan ada di pihak Singapura.
Itulah makanya ketika ada hacker Indonesia menyatakan “yuk perang melawan Singapura”, maka di atas kertas kita sudah kalah kok. Dari sisi kemampuan meng-hack, hacker Indonesia lebih banyak dan bisa jadi dengan kemampuan hacking yang lebih unggul. Masalahnya, data jaringan serat optik dunia (mayoritas jalur serat optik sebagai backbone internasional yang menghubungkan internet exchange Indonesia ke luar negeri menuju Tier-1) mayoritas ke arah Singapura.
“Syukurlah saat ini belum ada tanda-tanda operasi Op Singapura (operasi hacker Indonesia menyerang Singapura) digelar, karena jika berkonflik dengan Singapura, maka kemungkinan internet Indonesia yang justru akan tumbang,” kata mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi, Rabu (13/2) sebagaimana dikutipweb.atjehcyber.net.
Menurut dia, berdasarkan data jaringan serat optik dunia, mayoritas jalur serat optik sebagai backbone internasional yang menghubungkan internet exchange Indonesia ke luar negeri menuju Tier-1, mayoritas ke arah Singapura.
Saat ini saja, seperti juga pernah disampaikan salah satu pengurus Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Singapura menentukan arus trafik internet dari Indonesia, karena HUB-nya ada di negeri tetangga tersebut. Artinya, jika berkonflik dengan Singapura, dan Singapura memutuskan jaringan kabel optik dari Indonesia, maka dapat dipastikan trafik internet Indonesia bakal semaput.
“Ketika Edward Snowden berbicara mengenai penyadapan yang dilakukan Singapura melalui SEA-ME-WE 3, memang harusnya pemerintah segera tanggap. Namun, hingga kini masih belum ada upaya yang jelas dari pemerintah untuk juga memiliki rute serat optik internasional dari Indonesia ke luar negeri, selain Singapura,” sesal Heru.
Beberapa waktu lalu, pernah ada wacana untuk memberi izin bagi operator membangun rute baru seperti dari Manado ke Guam atau Filipina, namun rencana hanya tinggal rencana. Dan Indonesia tetap saja menjadi bangsa tak berdaya.
Ketergantungan minyak Indonesia dari Singapura
Boleh jadi kita bangga menjadi negara produsen minyak. Namun kita pantas menutup muka kalau faktanya justru kita sangat tergantung pada Singapura untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Ya, Indonesia selama ini sangat tergantung dalam pemenuhan BBM karena harus diimpor dari Singapura. Aneh? Enggak juga.
Singapura memang tidak punya ladang minyak sehingga tak ada aktivitas eksplorasi apalagi eksploitasi. Tapi dari dan melalui Singapura-lah kita melakukan impor minyak, baik jadi maupun mentah.
Suharto Msi, Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi FE UII, menulis di krjogja.com, ketakutan Indonesia terhadap Singapura tampak pada sikap inferior dua wakil menteri kabinet. Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, seperti dikutip Suharto, secara terang-terangan mengatakan bahwa jika Singapura dan juga Malaysia menghentikan ekspor BBM ke Indonesia, dalam lima hari kita semua akan mati.
Dalam soal minyak ini, Indonesia memang inferior. Pamor kita ada di bawah Singapura.
Suharto memaparkan, dari data badan pusat statistik (BPS) selama tahun 2013 jumlah impor BBM Indonesia senilai 28,56 miliar dollar Amerika atau sekitar Rp 256 triliun rupiah meliputi volume 29,6 juta ton. Dari jumlah tersebut 15,145 miliar dollar atau Rp 151 triliun diimpor dari Singapura. Ketergantungan Indonesia pada BBM impor dari Singapura disebabkan kapasitas kilang minyak yang ada saat ini di bawah kapasitas yang diperlukan. Akibatnya, meskipun semua kilang-kilang minyak itu beroperasi penuh, BBM yang dihasilkan jauh di bawah kebutuhan.
Sejak resmi berdiri pada 1957, PT Pertamina hanya memiliki enam unit kilang minyak, dengan kapasitas 1,05 juta barel per hari (bph). Keenam kilang tersebut yakni Kilang Dumai, Kilang Plaju, Kilang Balikpapan, Kilang Cilacap, Kilang Balongan dan Kilang Sorong. Dari total kapasitas, kilang minyak hanya mampu memproduksi BBM sebanyak 700.000-800.000 barel per hari. Sementara itu, konsumsi BBM Indonesia saat ini mencapai 1,5 juta-1,6 juta bph dan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Memang, ketergantungan pasokan minyak Indonesia pada pedagang di Singapura sudah masuk tahap akut. Hal itu diakui PT Pertamina (Persero), sebagai pelaksana penyedia BBM bersubsidi. Senior Vice President Retail Marketing Pertamina Suhartoko mengatakan Indonesia memang saat ini masih memproduksi minyak. Akan tetapi, hasil produksi itu terlalu bagus bila diolah hanya menjadi oktan 88 alias premium.
Karena kebutuhan konsumen dan penugasan pemerintah adalah BBM berkualitas rendah, di situlah masuk pedagang perantara (broker) Singapura. Mereka bisa memasok premium atau solar bersubsidi secara berkelanjutan dengan harga bersaing.
“Semua broker ada di Singapura, saya enggak tahu asal negaranya mana, apakah Hong Kong atau mana, tapi lokasinya di Singapura,” ujarnya saat ditemui wartawan di Kota Batam.
Kekurangan pelabuhan minyak yang layak
Selain fakta bahwa para pedagang Singapura memainkan peranan penting dalam perdagangan minyak, ketergantungan itu juga terletak pada kenyataan bahwa kita masih kekurangan pelabuhan minyak untuk mendatangkan minyak dari luar negeri tanpa melalui Singapura.
Dalam kaitan itulah, seperti dikatakan Suhartoko, Pertamina kemudian memperbanyak fasilitas infrastruktur distribusi BBM. Misalnya dengan memperbesar terminal timbun BBM dan minyak di Pulau Sambu. Pelabuhan itu hanya bisa menampung sekitar 150.000 kilo liter (KL), dan akan dikembangkan untuk tahap awal agar bisa menampung 300.000 KL dan dapat disandari kapal besar berkapasitas LR 100.000 DWT (bobot mati kapal).
Suhartoko menambahkan, dengan mampu disandari kapal besar dan kapasitas bertambah, membuat Pertamina dapat membeli minyak dari negara lain selain Singapura yang jauh lebih murah.
“Kita punya kapal berkapasitas besar, kita sudah pernah coba beli minyak dari Korea dan Thailand dibawa ke Tuban dan Balongan, terbukti harganya lebih baik dibandingkan impor dari Singapura. Jadi nantinya kita bisa beli minyak dari Korea, Thailand atau negara lain lalu dibawa ke Sambu,” ungkapnya.
Suhartoko menambahkan lagi, memang untuk saat ini Indonesia belum bisa lepas dari ketergantungan impor BBM. “Yang jelas kita ingin mengurangi ketergantungan dengan Singapura. Tapi sepanjang Singapura masih jual minyak dengan harga murah ya namanya kita masih butuh minyak impor tetap beli di Singapura. Apalagi dengan di Sambu kapasitasnya bertambah kami yakin harga minyak di Singapura akan lebih murah lagi, karena kalau mahal ya kita lebih pilih beli dari negara lain,” tutupnya.
Lalu lintas udara dikontrol Singapura
Hal yang juga menjadikan Indonesia inferior di bawah Singapura adalah kenyataan bahwa kita sebenarnya belum berdaulat sepenuhnya atas udara negeri sendiri karena sebagian masih dikontrol oleh Singapura.
Untuk diketahui saja bahwa hingga akhir 2014 ini sebagian wilayah udara Indonesia masih akan dikendalikan oleh pengatur lalu lintas udara milik Singapura. Mengapa? Karena itulah bunyi Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 1996 tentang ratifikasi perjanjian FIR (Flight Information Region) dengan Singapura, yang menyatakan sistem navigasi timur di Indonesia dikuasai Singapura selama 15 tahun.
Sistem pengamanan udara di wilayah timur Indonesia antara lain adalah sistem navigasi udara untuk Batam, Palembang, Medan, Pekanbaru, Pontianak dan Bangka Belitung. Ya, di tempat itu kontrol udara dilakukan oleh Singapura.
Tak mengherankan kalau ada desakan agar Indonesia segera mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) No 77 Tahun 2012 tentang sistem jasa layanan penerbangan agar Indonesia lebih berdaulat penuh di udara.
“Partai Golkar mendesak pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan PP 77 Tahun 2012 itu agar segera membentuk Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI), yang fokus pada navigasi penerbangan di Indonesia. Dengan demikian Indonesia memiliki satu lembaga navigasi yang menggabungkan navigasi penerbangan di seluruh wilayah NKRI. Apalagi, soal navigasi itu berdampak ekonomis bagi Indonesia. Sebab besaran ‘fee’-nya pun ditentukan Singapura,” kata anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Tantowi Yahya.
Ketergantungan Singapura pada Indonesia
Kalau ketergantungan Indonesia kepada Singapura terletak pada hal-hal yang sangat vital, maka ketergantungan Singapura pada Indonesia hanya pada hal yang sifatnya “tambahan” dan kalaupun hal itu kita jadikan sebagai “alat pukul” efeknya tidak langsung terasa dan kita pun tidak bisa memberikan pukulan telak. Beda dengan alat pukul yang dimiliki Singapura untuk Indonesia.
Boleh jadi devisa terbesar Singapura datangnya dari Indonesia. Apakah kita bisa menghentikan langsung aliran devisa itu? Tentu tidak bisa. Sebab devisa Singapura dari Indonesia itu datang, antara lain, dari wisatawan Indonesia yang melancong ke sana sekitar 2,5 juta/ tahun, uang dari sekitar 20.000 pelajar Indonesia yang menempuh studi di universitas-universitas di Singapura, warga Indonesia yang menjadi pasien rumah sakit Singapura yang jumlahnya sekitar 50% dari pasien asing yang ada di RS Singapura.
Ketergantungan Singapura lainnya, seperti ditulis Mas W di kompasiana, adalah ketersediaan tenaga kerja Indonesia (TKI) di negeri itu dan ketersediaan pasir laut dari Indonesia.
Berdasar paparan di atas, kalau ketegangan Indonesia-Singapura meningkat di berbagai bidang dan timbul perang dalam arti kata sebenarnya, Singapura memiliki alat penghancur yang bisa berakibat telak bagi Indonesia.
Siapa yang salah? Kita semua. Sebagai bangsa yang besar, hendaknya tidak sekadar besar pada jumlah penduduknya ataupun luasan wilayahnya. Sudah saatnya kita menggelorakan kembali semangat juang berdasarkan rasa nasionalisme yang tinggi, dimulai dari bekerja bersungguh-sungguh di bidang masing-masing.
Sumber: batampos.co.id, hankam.kompasiana.com, dan simomot.com