PERANG, DIMANAPUN HANYA MENGHASILKAN KEHANCURAN. KEKALAHAN UNTUK SEMUA KEMENANGAN HANYA BUAT BISNIS SENJATA

5 Mar 2014

Ukraina-Rusia di ambang PERANG!!!


PM Ukraina: Rusia Deklarasikan Perang















Bendera Rusia yang dibawa massa berkibar di belakang tentara yang berdiri di atas tank Rusia saat berjaga di pos perbatasan Ukrainian Balaclava, Crimea (1/3). Ukraina menuduh Rusia telah mengirimkan tambahan pasukan ke Crimea untuk mencegah kawasan militer Black Sea jatuh ke tangan Kiev. REUTERS/Baz Ratner
Menurut Putin, pengiriman pasukan ke Ukraina Klikdi Krimea, sebuah wilayah otonom Ukraina yang condong pada Rusia, dilakukan untuk melindungi kepentingan Rusia di negara itu.
Putin berbicara selama 90 menit dengan Presiden AS Barack Obama tentang perkembangan terakhir Ukraina dan menyatakan negaranya berhak mempertahankan kepentingan Rusia di sana serta keselamatan para pendukung Rusia.
Sehari sebelumnya, muncul aksi protes dukungan terhadap Rusia di Ukraina di beberapa kota yang sebagian berakhir bentrok berdarah dengan pemrotes pendukung sikap pemerintah sementara di Kiev.
KlikSementara Obama, menurut pernyataan Gedung Putih, menyatakan cara terbaik mengatasi konflik adalah dengan "cara damai lewat pembicaraan langsung".
Presiden Obama
Pembicaraan Presiden Obama dan Putin membahas sikap Rusia di Krimea.
Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan agar dilakukan "pendinginan situasi segera serta dialog langsung" di Ukraina.
Ukraina
Demo mendukung Rusia dan kehadiran tentara mereka dilakukan warga Krimea.
Komandan NATO Fogh Rasmussen menulis ciutan di Twitter: "De-eskalasi (ketegangan) segera di Krimea".

Dewan Keamanan PBB menggelar sidang darurat membahas masalah ini pada Sabtu (01/03) sementara NATO dan University Eropa menggelar sidang khusus dalam beberapa hari.
Pasukan Rusia mulai bergerak menurunkan tentaranya ke wilayah Krimea, Ukraina, dengan feri pada Senin setelah merebut kendali pos perbatasan di sisi Ukraina dari jalur laut, kata para penjaga perbatasan Ukraina. Rusia yang merebut semenanjung Laut Hitam yang terisolasi telah mengepung terminal feri selama berhari-hari, tetapi hingga kini tidak mengambil alih stasiun penjaga perbatasan Ukraina.
Seorang juru bicara penjaga perbatasan mengatakan, tentara Rusia merebut pos pemeriksaan setelah penjaga perbatasan berusaha menghentikan dua bus yang membawa tujuh orang bersenjata, dan feri berikutnya membawa tiga truk bermuatan tentara seluruhnya.
Sebelumnya pada Senin, penjaga perbatasan Ukraina mengatakan mereka telah melihat sekelompok kendaraan lapis baja di sisi 4,5 kilometer (2,7 mil) Selat Kerch yang memisahkan semenanjung Krimea dengan Rusia selatan. Pasukan Rusia telah merebut Krimea dan Presiden Vladimir Putin telah menyatakan Moskow memiliki hak untuk campur tangan di Ukraina guna melindungi warga Rusia di sana, yang memicu krisis terbesar antara Rusia dan Barat sejak Perang Dingin.
Sementara itu di London, Perdana Menteri Inggris David Cameron, Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Fancoise Hollande Senin mengecam Rusia dengan menyebut bahwa tindakan negara itu di Ukraina sebagai tindakan yang "tidak dapat diterima."
Cameron, yang menghubungi kedua pemimpin Jerman dan Prancis secara terpisah, menyepakati bahwa respon bersama atas Ukraina dibutuhkan untuk menyelesaikan krisis di negara tersebut. "Dalam dua pembicaraan itu, para pemimpin tidak sepakat bahwa bahwa komunitas internasional harus satu suara dalam persoalan ini dan harus menyampaikan pesan yang jelas kepada Rusia bahwa tindakannya di Ukraina tidak dapat diterima," demikian pernyataan resmi dari kantor Cameron.
Ketiga negara menyatakan bahwa peran besar Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi internasional lain sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan krisis di Ukraina. Mereka juga menyuarakan dukungan terhadap warga Ukraina dan pemerintahnya.
Sebelumnya, Cameron mengingatkan bahwa Rusia akan menghadapi tekanan diplomatik, politik dan ekonomi sebagai dampak dari tindakannya yang dinilai melanggar kedaulatan Ukraina. "Kami ingin menyaksikan eskalasi krisis ini untuk segera diredakan. Tindakan yang diambil oleh pemerintah Rusia justru menimbulkan dampak sebaliknya karena mereka telah melanggar kedaulatan dan kesatuan wilayah dari negara lain," kata Cameron. "Kita harus memberikan tekanan politik, diplomatik, dan ekonomi untuk menegaskan pesan ini kepada pemerintah Rusia," katanya.
Perdana Menteri sementara Ukraina, Arseniy Yatseniuk menyatakan Vladimir Putin telah menyatakan perang terhadap Ukraina, dengan mengirim pasukannya ke Crimea. Ia meminta militernya bersiaga namun meminta untuk tak menanggapi provokasi Rusia untuk menghindari pertumpahan darah. 

"Kita berada di ambang bencana," kata Yatseniuk. Kiev dikabarkan telah meminta bantuan dari Amerika serikat dan Inggris sebagai salah satu negara penandatangan pakta 1994 dimana Rusia berjanji akan menjamin keamanan Ukraina.

"Ini sebenarnya adalah deklarasi perang di negara saya. Kami mendesak Putin untuk menarik kembali pasukannya dari negara ini dan menghormati perjanjian bilateral," katanya. Namun menurut Yatseniuk, jika Putin ingin menjadi presiden yang memulai perang antara dua negara bertetangga itu, maka "Ia akan menjangkaunya dalam beberapa inci lagi."

Saat Yatseniuk berbicara, ratusan pasukan Rusia telah mengepung ibukota Crimea, Simferopol. Langkah ini merupakan manuver militer terbaru setelah presiden Ukraina yang didukung Rusia, Viktor Yanukovych dilengserkan dari jabatannya. 

Guardian menyaksikan kerumunan warga sipil etnis Rusia di luar pangkalan di Perevalnoye. Pasukan Rusia telah mengamankan gedung parlemen di Simferopol dan dua bandara di Crimea, memicu krisis paling parah sejak Perang Georgia pasca-runtuhnya Uni Soviet.

"Tujuan mereka adalah untuk menghentikan perekonomian Ukraina dan memulai kekacauan," kata penjabat presiden, Oleksandr Turchynov. "Mereka mencoba untuk memancing kepanikan."

Utusan NATO bertemu di Brussels untuk membahas situasi terbaru itu. Lithuania dan Polandia menyatakan bahwa tindakan Rusia mengancam mereka sebagai anggota NATO yang berbatasan dengan Rusia dan Ukraina, dan mendorong tindakan lebih lanjut. "Apa yang sedang dilakukan Rusia di Ukraina mengancam perdamaian dan keamanan di Eropa," kata sekretaris jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen.

Konflik di Ukraina kian membara. Perang terbuka Ukraina dengan tetangga besarnya, Rusia, siap meletus kapan saja. Bagi massa demonstran anti-pemerintah di Ukraina, menggulingkan kekuasaan Presiden Viktor Yanukovych - yang lolos ke Rusia - ternyata menimbulkan masalah baru.    

Rusia marah besar atas tergulingnya Yanukovych, sekutu dekat Presiden Vladimir Putin, lewat revolusi rakyat. Sejak akhir pekan lalu, Rusia mengirim pasukan ke Semenanjung Crimea, wilayah otonomi khusus di Ukraina demi, "Melindungi kepentingan dan rakyat Rusia di sana," ujar Putin kepada parlemen.

Crimea berhasil dikuasai secara cepat oleh Rusia. Selain Moskow masih punya barak militer di kota pelabuhan Sevastopol, mayoritas penduduk Ukraina di Crimea berbahasa Rusia dan tentu saja sangat mendukung langkah cepat Moskow mengirim pasukan saat pemerintahan pusat masih sangat rapuh setelah tergulingnya Yanukovych. 

Menurut kantor berita Reuters, gerombolan pria bersenjata dan berseragam namun tanpa emblem menguasai bandara dan pusat-pusat strategis di Crimea. Mereka diduga pasukan Rusia yang dikerahkan dari pangkalan militer dan juga dibantu oleh milisi-milisi setempat yang pro-Moskow. Di perbatasan, Rusia sudah menyiagakan 150.000 tentara dan pekan lalu telah menggelar latihan militer di sana. Namun, mereka tidak langsung merangsek masuk.  

Ukraina pun, di bawah pemerintahan baru yang masih rapuh, berupaya menyiagakan diri. Kementerian Pertahanan, Minggu kemarin, mengeluarkan perintah mobilisasi massal. Semua laki-laki berusia hingga 40 tahun harus siap bela negara, walau minim senjata dan logistik.  

Namun, Ukraina tampak sangat tidak siap atas manuver cepat dari Moskow. Beberapa kota sudah digerogoti dari dalam oleh tentara Rusia maupun milisi pro-Moskow.  

Bahkan, di Kota Sevastopol, para perwira angkatan laut Ukraina tidak bisa bekerja karena markas mereka sudah diduduki pasukan Rusia. Laksamana Yuriy Ilyn, yang baru-baru ini menjabat panglima angkata laut Ukraina dan sempat menjadi panglima angkatan bersenjata di bawah kekuasaan Presiden Yanukovych, mengaku bahwa kekuatan militer negaranya kini "tersandera oleh situasi." 

Di Kota Donestk, Ukraina bagian timur, para mantan anggota satuan polisi anti huru-hara yang baru-baru ini dibubarkan memobilisasi diri untuk mendukung kekuatan pro-Rusia. Menyedihkannya lagi, sudah ada petinggi militer Ukraina yang membelot. 

Panglima Angkatan Laut Ukraina yang baru saja dilantik Sabtu pekan lalu, Laksamana Muda Denis Berezovsky, membelot ke Crimea yang pro-Rusia. Dia meninggalkan pangkalannya dan menyerahkan diri kepada pasukan Rusia yang sudah masuk ke wilayah otonomi Ukraina tersebut.

Menurut stasiun berita BBC, Viktoria Syumar, wakil sekretaris Dewan Keamanan Rusia, mengatakan Berezovsky tidak memerintahkan perlawanan saat pasukan Rusia menyambangi pangkalan AL yang dipimpinnya di pelabuhan Sevastopol, Crimea. Tampaknya Berezovsky sudah frustasi bahwa banyak fasilitas militer dan para anak buah yang dia pimpin sudah tidak berkutik oleh gerakan Rusia.  

Di Kota Sevastopol, para perwira angkatan laut Ukraina tidak bisa bekerja karena markas mereka sudah diduduki pasukan Rusia. Laksamana Yuriy Ilyn  mengaku bahwa kekuatan militer negaranya kini "tersandera oleh situasi." 

Itulah sebabnya, Perdana Menteri Ukraina, Arseniy Yatsenyuk, menuturkan, hari ini negaranya berada di ambang bencana. "Ini bukan ancaman lagi, tapi benar-benar deklarasi perang atas negara saya," kata Yatseniuk seperti dikutip kantor berita Reuters. 

Ketegangan Ukraina-Rusia memanas setelah Yanukovych digulingkan secara paksa oleh massa demonstran. Sebagai pemimpin yang condong ke Rusia, Yanukovych mulai mengundang kemarahan rakyat Ukraina saat November lalu membatalkan kerjasama negaranya dengan Uni Eropa, yang telah diperjuangkan pemimpin sebelum dia.

Tidak Imbang   
Sangggupkah Ukraina berkonflik terbuka dengan Rusia? Tampaknya sulit, bila melihat jumlah personel militer dan anggaran yang dikeluarkan kedua negara dalam membeli mesin-mesin perang, ungkap stasiun berita CNN dengan melihat beberapa referensi berikut. 

Menurut Europa World, pada 2012 saja jumlah personel aktif Rusia sebanyak 845.000, sedangkanya Ukraina hanya 130.000. Dari segi anggaran, ungkap Jane's Defence Weekly, kocek yang dikeluarkan Rusia untuk pengadaan mesin-mesin perangnya pada 2012 sebesar US$78 miliar. Ukraina, hanya US$1,6 miliar. 

Perbandingan tenaga cadangan militer kedua negara pun sangat jomplang. Menurut data World Factbook, yaitu ensiklopedi mancanegara yang diterbitkan lembaga interlijen AS, CIA, Ukraina punya 15,7 juta pria dan wanita berusia 16-49 tahun yang siap untuk dinas militer. Untuk rentang usia yang sama, Rusia punya 45,6 juta jiwa.   

Itulah sebabnya menteri sementara urusan pertahanan Ukraina, Ihor Tenyuh, Minggu kemarin dalam sidang parlemen menegaskan, negara mereka tidak punya kekuatan militer yang cukup untuk adu fisik dengan Rusia. 

Sidang itu sebenarnya berlangsung tertutup untuk media, namun perkataan Tenyuh itu dibocorkan oleh dua anggota parlemen yang hadir. Tidak heran bila di sidang itu, ungkap pembocor, Menhan Tenyuh menekankan agar Ukraina menggunakan pendekatan diplomasi untuk menyelesaikan krisis dengan Rusia.  

Jomplangnya perbandingan kekuatan militer kedua negara ini pertanda bahwa, sebelum konfrontasi dengan Rusia, Ukraina menghiraukan modernisasi pertahanan. Seorang pakar militer, dalam suatu artikel yang dimuat pada Juni 2011, bahkan memprediksi bahwa Ukraina akan mengalami "kekosongan instrumen pertahanan" selama satu dekade bila investasi di sektor itu tidak bertambah.

Valentin Badrak, direktur lembaga pengamat kebijakan pertahanan Ukrainian Centre of Army, Conversion and Disarmament Studies (CACDS) yang dikutip harian Nezavisimaya Gazeta dan Jane's, bahkan mengatakan bahwa program pengembangan Angkatan Bersenjata Ukraina (UAF) berada dalam "level nol."

Menurut studi pada 2010, pemerintah Ukraina merasa tidak perlu membentuk kekuatan militer yang besar, karena ancaman utama bukan datang dari luar, melainkan dari dalam negeri. Maksudnya, sebagai negara yang belum matang dan masih berusia belasan tahun, fondasi politik Ukraina masih belum stabil dan itu sudah terbukti dengan konflik berdarah yang menumbangkan Presiden Yanukovych. 

Sanksi Barat
Kalah dalam kekuatan militer, Ukraina memang berharap ada penyelesaian diplomatik. Tidak hanya itu, Ukraina pun kini harus bergantung kepada seberapa besar pihak luar mampu membantunya. Pihak luar yang dimaksud adalah negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan negara-negara Eropa lain. 

Sejak akhir pekan lalu, Presiden Barack Obama dari Washington DC dan Presiden Francois Hollande dari Paris gencar melobi Putin di Moskow lewat sambungan untuk menahan diri menginvasi Ukraina sekaligus mencegah perang terbuka di sana. 

Bahkan, ungkap Washington Post, Obama pun pada Sabtu waktu setempat rela berbicara selama 90 menit kepada Putin khusus untuk melobi dia agar tidak menyerbu Ukraina. Hasil lobi Obama sejauh ini belum terlihat, namun hingga Minggu kemarin belum ada aba-aba dari Moskow untuk menyerbu masuk.   

Wall Street Journal, Minggu 2 Maret 2014, memberitakan bahwa AS dan para sekutunya di Eropa bertekad akan mengisolasi Putin dan memberi sanksi ekonomi bagi negaranya, jika dia tidak menarik pasukan dari wilayah Crimea.

Pemerintah Washington sendiri telah mulai langkah awal isolasi, yaitu membatalkan perjanjian bilateral ekonomi dan perdagangan dengan Moskow. Termasuk di antaranya  menangguhkan persiapan pertemuan G8 yang rencananya akan digelar di Sochi, Rusia, Juni mendatang.

Pejabat senior AS mengatakan bahwa saat ini pemerintah telah memulai diskusi di Kongres soal kemungkinan sanksi ekonomi dan finansial terhadap perusahaan Rusia dan para pemimpin politik di negara itu.

Minggu malam kemarin, negara-negara anggota G7 telah mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam "pelanggaran kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina" oleh Rusia. Sama seperti AS, negara G7 juga menyatakan tidak akan berpartisipasi pada persiapan pertemuan G8, "sampai G8 mampu berdiskusi dengan baik."

Pejabat di AS seluruh Eropa saat ini dikabarkan tengah mencari sanksi apa yang tepat diterapkan pada Rusia. Intervensi militer terhadap Ukraina dianggap sebagai opsi yang tidak akan digunakan.

Salah satu cara yang akan digunakan adalah memberikan sanksi finansial yang akan menjatuhkan nilai mata uang Rusia, ruble. Selain itu, pejabat pemerintah AS mengatakan bahwa Presiden Barack Obama akan menerapkan sanksi ekonomi terhadap perusahaan energi, bank dan pemimpin Rusia jika Putin bergeming.

Jika kena sanksi, tidak boleh ada perusahaan Rusia yang menggunakan sistem keuangan AS. Ini adalah cara sama yang digunakan AS terhadap Iran, berhasil melemahkan ekonomi negara tersebut dalam lima tahun terakhir.

Selain tekanan ekonomi, AS dan Eropa juga akan melakukan negosiasi diplomatis. Salah satunya, penawaran strategi penarikan 6.000 pasukan Rusia dari Crimea dengan aman, tanpa mengganggu aset militer Rusia serta warga keturunan Rusia di wilayah tersebut.

Menlu AS, John Kerry, juga dijadwalkan mengunjungi Ibu Kota Kiev Selasa waktu setempat untuk menyatakan dukungannya pada pemerintah sementara negara Ukraina. Selain itu, AS juga akan memberikan bantuan dana talangan, termasuk pinjaman dengan jaminan sebesar US$1 miliar.

Sumber: BBC


No comments: