PERANG, DIMANAPUN HANYA MENGHASILKAN KEHANCURAN. KEKALAHAN UNTUK SEMUA KEMENANGAN HANYA BUAT BISNIS SENJATA

13 Mar 2014

BARAT Jangan Ancam RUSIA



Perkembangan Terbaru Krisis Ukrania



Ketua majelis tinggi parlemen Rusia, Valentina Matvienko, menyeru negara-negara Barat untuk berhenti melontarkan ancaman dan mulai berdialog dengan Rusia mengenasi situasi di Ukraina.
"Bahasa ancaman itu tidak efisien di dunia modern. Yang kita perlukan di sini adalah bahasa dialog," kata Matvienko kepada wartawan usai sidang pleno Rabu waktu setempat seperti dikutip kantor berita ITAR-TASS.
"Saat ini ekonomi Rusia sudah begitu terlibat dalam ekonomi global sehingga sulit sekali membayangkan bagaimana Rusia bisa diisolasi dari proses ekonomi di seluruh dunia," kata perempuan politisi Rusia ini.
Matvienko menambahkan bahwa produk-produk Uni Eropa memenuhi 40 persen pasar Rusia, sebaliknya negara-negara Uni Eropa menjadi pasar untuk 50 persen volume dagang Rusia.
"Sanksi akan mengantarkan pada kerugian ekonomi yang besar," kata dia. "Adalah penting kini untuk tenang dan berhenti menggunakan bahasa ultimatum dan ancaman."
"Setiap politisi yang pikirannya waras memahami bahwa adalah mustahil mengecualikan Rusia dari penyelesaian situasi di Ukraina," kata Matvienko.
Komisi Hubungan Luar Negara Dewan Federasi (parlemen Rusia) menunjuk ancaman sanksi ekonomi dan isolasi terhadap Rusia oleh para politisi Amerika bahwa "kita tidak tinggal di dunia yang unipolar".
"Isolasi penuh itu tidak mungkin, sedangkan isolasi parsial akan tidak berguna," kata ketua komisi ini Mikhail Margelov. "Sanksi juga sama sekali tidak produktif. Dengan segala hormat kami punya pengalaman dalam soal ini."
Setengah mencibir Margelov mengatakan jika AS menerapkan sanksi maka dampaknya akan tidak terasa pada ekonomi Rusia karena "hubungan dagang dan ekonomi kami dengan AS itu rendah" sehingga "dengan sangat menyesal tidak akan merusak ekonomi kami".
"Investasi mutual juga jarang. Investasi orang Amerika di Rusia di sektor ril tidak sebanyak spekulasi di sekuritas," kata dia. "Dan larangan penggunaan dolar AS, jika ini diterapkan, hanya akan menggerus kepercayaan pada institusi-institusi Amerika yang kenyataannya tidak tinggi-tinggi amat."
Margelov menyatakan Rusia mungkin akan berpaling ke China yang selama ini telah menjadi mitra politik dan ekonomi yang baik bagi negaranya.
"Lebih dari itu, ada indikasi bahwa menyangkut sanksi kepada Rusia, China mungkin menuntut Amerika Serikat untuk membayar utang Amerika Serikat yang luar biasa besar -1.169,9 miliar dolar AS-- dan mungkin dalam bentuk emas."
"Saya kira pemerintah AS tidak akan mengenakan sanksi yang serius kepada Rusia," kata dia.
Margelov juga tidak yakin pada ancaman penghentian negosiasi rezim bebas visa. Dengan entengnya dia menepis kemungkinan ini tidak akan terjadi.
Senator Rusia ini bahkan melukiskan siapa yang lebih dirugikan jika negara-negara Uni Eropa membekukan proses penerbitan visa jangka panjang menjelang musim liburan nanti.
"Warga negara kami yang membelanjakan miliaran euro di tempat-tempat wisata teragung Eropa setiap tahun, pastinya akan kecewa," kata Margelov. "Mereka lalu membawa uang mereka ke Turki, Asia Tenggara, pantai Laut Merah dan India".




Masuknya pasukan Rusia ke Crimea langsung ditanggapi sinis oleh dunia Barat. Tak tanggung-tanggung negara Barat menyebut apa yang dilakukan Rusia ini adalah bentuk intervensi terhadap Ukraina.

Tidak tinggal diam, tuduhan dunia barat tersebut segera ditanggapi oleh Pemerintah Rusia. Melalui Duta Besar mereka untuk Indonesia Mikhail Galuzin, Pemerintah Rusia menyatakan, dunia barat tidak berkaca dengan apa yang pernah mereka lakukan di masa lalu.

"Negara yang berupaya mengadili Rusia memang tidak punya dasar hukum. Bilamana mereka menyikapi secara adil terlebih dahulu, mereka akan menghukum diri mereka sendiri," ujar Galuzin, di Jakarta, Rabu (5/3/2014).

Perkataan Galuzin, berkaitan dengan intervensi barat khususnya Amerika Serikat (AS), terhadap sejumlah negara. Termasuk ketika pasukan AS masuk ke Afghanistan, Irak dan sejumlah negara lainnya.

Menurut Galuzin, Ukraina saat ini hanya dimanfaatkan oleh dunia Barat secara geopolitikal. Hal itu sangat berbeda dengan Rusia.

Negeri Beruang Merah menganggap Ukraina adalah saudaranya. Pengerahan pasukan merupakan satu cara untuk menormalisasi kondisi yang tengah memanas di Ukraina.

Hubungan Rusia dengan dunia Barat karena masalah Ukraina tidak bisa dikatakan ada di posisi yang baik. Negara Barat yang kebanyakan adalah sekutu AS tegas mengecam penempatan tentara Ukraina di Semenanjung Crimea dan Ukraina Timur.

Tidak hanya dalam bentuk kecaman, negara-negara barat yang tergabung dalam kelompok G8 sepakat untuk menolak undangan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Sochi, Rusia. 

Negara-negara Barat menegaskan penolakan mereka adalah bentuk protes nyata atas tindakan pengerahan tentara Rusia di wilayah kedaulatan Ukraina.



Di tengah ketegangan hubungan dengan Ukraina, Rusia melakukan uji coba rudal balistik antarbenua. Peluncuran rudal balistik itu dilakukan setelah Amerika Serikat menyatakan pengerahan tentara Rusia ke Crimea sebagai sebuah agresi.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, Rudal Topol RS-12M sukses diluncurkan dari Kapustin Yar, wilayah di dekat Laut Kaspia, hingga ke Khagan di Kazakhstan.

"Tujuan peluncuran ini adalah untuk menguji rudal balistik yang menjanjikan," demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia dikutip BBC, Selasa 4 Maret 2014.

Peluncuran dilakukan pada pukul 22.10 waktu Moskow. Uji coba rudal yang mampu membawa hulu ledak nuklir itu berhasil mencapai target.

RS-12M Topol juga disebut SS-25 Sickle oleh NATO. Rudal berhulu ledak tunggal ini punya jangkauan maksimum 10.000 kilometer. Rudal ini mampu membawa hulu ledak nuklir.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim pengerahan pasukan ke Crimea dilakukan untuk melindungi kepentingan Rusia. Wilayah Crimea memang banyak dihuni oleh penduduk berlatar belakang Rusia.

Pengerahan pasukan itu dilakukan setelah Presiden Viktor Yanukovych yang menjadi 'sekutu' Rusia terguling, setelah aksi unjuk rasa yang berlangsung lama dan menewaskan setidaknya 90 orang.

Sementara, saat berkunjung ke Kiev, Ukraina, Menteri Luar Negeri AS John Kerry-saat berdialog dengan pemerintahan baru Ukraina-mengatakan, tak ada tanda-tanda warga Rusia maupun kepentingannya di Ukraina yang terancam.

"Ini jelas Rusia berusaha keras untuk mencari dalih agar bisa menginvasi lebih jauh," tutur Kerry.

Perdana Menteri Rusia yang bru rseniy Yatsenyuk mengatakan pertemuan konsultasi antara Rusia dan Ukraina telah dilakukan. Dia menyebut langkah itu agak terlambat, namun merupakan langkah pertama yang penting.




Sumber: BBC, Antara, Okezone



No comments: